SKI 8C dan 8D Sabtu 5 September 2020

 Assalamu'alaykum...

Setelah Sabtu kemaren kita mempelajari sejarah Perang salib, maka pada hari ini kita akan belajar tentang Bab 2 : Masa keemasan Dinasti Abbasiyah. 

Langkah yang harus kamu lakukan : 

Membaca, memahami dan membuat ringkasan artikel di bawah ini !.

Jangan lupa Tulis nama, no. absen dan kelas pada kolom komentar sebagai bukti kehadiranmu !

1.       Awal Pembentukan Dinasti Abbasyiah

Dinasti Abbasiah mewarisi imperium dari dinasti umayyah,hasil besar yang telah dicapai oleh dinasti abbasiyah dimungkinkan karena landasannya telah dipersiapkan oleh Umayyah, kemudian Abbasiyah memanfaatkannya.[1]

Dinasti Abasiyah berkedudukan di Bagdhad. Secara turun temurun kurang lebih tiga puluh tujuh Khalifah pernah berkuasa di negri ini. Pada masa ini islam mencapai puncak kejayaannya dalam segala bidang. Dinasti Abbasiyah merupakan Dinasti terpanjang dalam kepimpinan, berkisar antara 750-1258 M[2].

 

2. Masa Keemasan Bani Abbasiyah

Para sejarawan dalam membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah, ada yang membaginya menjadi lima periode, dan ada yang membaginya menjadi tiga periode. Akan tetapi dalam makalah ini tidak di bahasa semua periodisasinya, penulis akan membatasi pembahasannya dalam periode Bani Abbasiyah yang menjadi masa keemasannya, yaitu pada periode pertama, pada masa kehalifahan Harun al-Rasyid. Sebab Kekhalifahan Bani Abbasiyah biasa dikaitkan dengan Khalifah Harun al-Rasyid. Harun al-Rasyid yang digambarkan sebagai Khalifah yang paling terkenal dalam zaman keemasan kekhalifahan Bani Abbasiyah. Dalam memerintah Khalifah digambarkan sangat bijaksana, yang selalu didampingi oleh penasihatnya, yaitu Abu Nawas, seorang penyair yang kocak, yang sebenarnya adalah seorang ahli hikmah atau filsuf etika. Zaman keemasan itu digambarkan dalam kisah 1001 malam sebagai negeri penuh keajaiban.

Sebenarnya zaman keemasan Bani Abbasiyah telah dimulai sejak pemerintahan pengganti Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur yaitu pada masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M) dan mencapai puncaknya di masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid.

Di masa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis Kesenian, terutama kesusastraan dan kebudayaan. Berbagai buku diantaranya dari India berhasil diterjemahkan seperti buku Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim. Buku lainnya seperti bku filsafat yunani, dalil dan dasar matematika dari India. Salah satu akibatnya adalah berkembangnya aliran pemikiran Muktazilah yang amat mengandalkan kemampuan rasio dan logika dalam dunia Islam. Pada masa itu juga hidup budayawan dan sastrawan masyhur seperti Abu Tammam (meninggal 845 M), Al-Jahiz (meninggal 869 M), Abul Faraj (meninggal 967 M) dan beberapa sastrawan besar lainnya[3].

Kemajuan ilmu pengetahuan terarah pada sendi-sendi keilmuan, seperti Ilmu-ilmu Naqli dan Ilmu Aqli. Ilmu-ilmu Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadis, Fiqih, Ushul Fiqh dan lain-lain. Dan juga berkembang ilmu-ilmu Aqli seperti Astronomi, Matematika, Kimia, Bahasa, Sejarah, Ilmu Alam, Geografi, Kedokteran dan lain sebagainya. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, dalam ilmu bahasa muncul antara lain Ibnu Malik At-Thai seorang pengarang buku nahwu yang sangat terkenal Alfiyah Ibnu malik, dalam bidang sejarah muncul sejarawan besar Ibnu Khaldun serta tokoh-tokoh besar lainnya yang memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya[4].

Popularitas Daulah Abbasiyah juga mencapai puncaknya di zaman Khalifah al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam.

1.       Gerakan penerjemahan

Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah, upaya untuk menerjemahkan bahasa asing diantaranya bahasa yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa DaulahAbbasiyah.

Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah jarang diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa.

Pada masa ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun Ar-Rasyid diganti nama menjadi Khizanah al-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Pada masa Al-Ma’mun ia dikembangkan dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia dan India. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan matematika.

2.       Dalam Bidang Filsafat

Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan juga teologia. Beberapa tokoh yang lahir pada masa itu, termasuk diantaranya adalah Al-Kindi, Al-farobi, Ibnu Sina dan juga Al-Ghazali yang kita kenal dengan julukan Hujjatul Islam.

 

3.       Perkembangan Ekonomi

Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.

Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.

Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.

 

4.       Dalam bidang Keagamaan

Di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu keagamaan mulai dikembangkan. Dalam masa inilah ilmu metode tafsir juga mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bir Ra’i dan Tafsir bil Ma’tsur. Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa ini pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang namanya hadits dhaif, maudlu’, shahih serta yang lainnya[5].

Sedangkan dalam bidang hukum Islam karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab Hanafi, karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh al-Akbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya[6].

Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan – bangunan yang berupa:

1.       Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.

2.       Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.

3.       Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.

4.       Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.

5.       Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus[7].

Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.

.

3.       Faktor-faktor Perkembangan Pada Masa Bani Abbasiyah.

Secara garis besar faktor yang menjadi penyebab Bani Abbasiyah mengalami kemajuan, adalah adanya kesadaran khalifah akan ilmu. sehingga dengan ilmu maka semua menggali kemajuan yang pesat, di antara faktor-faktornya antara lain:

1.       Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh india terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.

Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah Al Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas

Komentar

  1. Nama:Adelia kurniawati
    Kelas:8D
    No.absen:01

    BalasHapus
  2. Rahma Ariska nur khairunnisa
    8d
    25

    BalasHapus
  3. Ria Intan Engelina
    No absen:32
    Kelas:8C

    BalasHapus
  4. Novina Abela Yumandari
    kelas:8C
    no absen:30

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Kevin rqsendriya prqtama
    8c
    24

    BalasHapus
  7. Cindy azizha petricia Dewi
    8c/14

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Quran Hadits 9 DEF Senin 7 September 2020

QURAN HADITS 9DEF Senin 19 Oktober 2020

QUR'AN HADITS KELAS 8 SOAL PTS GASAL, SENIN, 20 SEPTEMBER 2021